JAKARTA, (ERAKINI) - Kasus penyekapan terhadap anak perempuan (4) yang terjadi di dekat Pejaten Village, Jakarta Selatan pada Senin (28/10/2024) membuat geger masyarakat. Pelaku ternyata orang dekat korban yang sedang mengalami halusinasi akibat mengonsumsi narkoba jenis sabu.
Menurut polisi, pelaku adalah IJ (54), rekan bisnis ayah korban. Kasus ini berawal dari IJ mengajak korban jalan-jalan dengan izin dari orang tuanya.
"Kemarin, dia (pelaku) minta izin untuk mengajak anak inisial S ini berjalan-jalan. Kemudian, alasannya untuk ke sepupunya. Pelaku halusinasi karena konsumsi narkoba. Hasil tes urine menunjukkan pelaku positif menggunakan sabu. Dia juga mengaku telah mengonsumsi barang haram itu empat hari sebelum kejadian," kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, kepada wartawan beberapa waktu yang lalu.
Belajar dari kasus ini, orang tua harus berhati-hati terhadap siapapun, jangan sampai mudah percaya, terlebih kita tahu bahwa orang yang dititipkan merupakan pengguna narkoba. Apapun jenis narkoba, jelas membahayakan untuk kesehatan tubuh. Dampaknya sangat fatal, termasuk sabu yang dikonsumsi IJ.
Dilansir dari halodoc pada Rabu (30/10/2024), sabu atau metamfetamina (meth) merupakan salah satu jenis narkoba yang paling banyak diperjualbelikan secara ilegal di Indonesia. Halodoc yang mengutip Indonesia Drugs Report tahun 2022, menyebutkan bahwa pengguna sabu mencapai 25,7% dari total konsumsi narkoba di Indonesia.
Tingginya angka tersebut sangat mengkhawatirkan, mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan sabu. Berikut 5 fakta tentang sabu yang membuat halusinasi IJ hingga melakukan penyekapan terhadap anak perempuan:
1. Menyebabkan ketergantungan berat
Sabu adalah narkoba berbentuk kristal putih yang tidak berbau dan memiliki rasa pahit. Metamfetamina, zat aktif dalam sabu, tergolong psikotropika golongan dua yang memiliki manfaat medis terbatas, namun berpotensi menyebabkan ketergantungan berat.
Sabu bekerja dengan merangsang pelepasan dopamin di otak, menciptakan perasaan euforia sementara. Namun, penggunaannya secara ilegal dilakukan dengan cara dihirup, diisap, atau disuntikkan, yang mempercepat timbulnya kecanduan.
2. Bahaya bagi jantung dan berpotensi terkena HIV/AIDS
Berapa pun dosis sabu yang dikonsumsi secara ilegal berisiko menimbulkan kecanduan. Tubuh akan cepat membentuk toleransi, memaksa pengguna meningkatkan dosis untuk merasakan efek yang sama. Beberapa efek samping jangka pendek meliputi:
- Tremor
- Nyeri dada
- Keringat berlebihan
- Gelisah dan paranoid
- Detak jantung dan tekanan darah meningkat
Penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan risiko serius, termasuk tetanus, hepatitis, HIV/AIDS akibat pemakaian jarum suntik bersama, dan bahkan overdosis yang mengancam nyawa.
3. Berpotensi melakukan aksi kriminal karena sakau
Ketika pengguna berhenti mendadak atau mengurangi dosis, mereka akan mengalami sakau (withdrawal syndrome). Gejala sakau bisa muncul dalam 24 jam dan berlangsung selama beberapa hari hingga minggu.
Selain fisik, dampak sakau juga menyerang mental, memicu anhedonia atau ketidakmampuan merasakan kebahagiaan. Pengguna yang mengalami ini merasa hidup tanpa emosi dan cenderung kembali menggunakan narkoba demi mengulang sensasi euforia.
4. Hidup seperti zombie
Sensasi utama dari sabu adalah euforia atau kebahagiaan yang meledak-ledak. Kondisi ini lantas membuat penggunanya kesulitan merasakan kenikmatan tanpa pengaruhnya.
Itulah alasan mengapa sakau narkoba bisa menimbulkan anhedonia alias ketidakmampuan untuk merasakan kenikmatan.
Ketika pecandu berhenti menggunakan zat ini, kadar dopamin dan reseptor dopamin dalam otak akan menurun drastis. Alhasil mereka akan hidup layaknya zombie yang tidak bisa merasakan emosi.
Pada fase ini, mantan pengguna narkoba rentan untuk kembali mencari metamfetamin demi merasakan kenikmatan yang sama.
Oleh karena itu, penting untuk membawa mereka ke pusat rehabilitasi narkoba atau penyedia layanan kesehatan terdekat supaya mereka mendapatkan penanganan yang tepat.
5. Butuh perawatan panjang hingga terapi psikologis agar bisa terbebas dari narkoba
Berhenti dari kecanduan sabu membutuhkan perawatan dan dukungan. Terapi psikologis menjadi langkah utama, karena hingga saat ini belum ada obat yang sepenuhnya mengatasi kecanduan metamfetamina. Obat seperti antidepresan atau antipsikotik biasanya diberikan untuk mengatasi gejala terkait.
Proses pemulihan setiap orang berbeda, tergantung tingkat ketergantungan dan dosis. Oleh karena itu, dukungan keluarga dan lingkungan sangat penting selama rehabilitasi.
Jika Anda atau orang terdekat menunjukkan tanda-tanda kecanduan, segera cari bantuan ke rumah sakit atau pusat rehabilitasi. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali untuk keluar dari lingkaran kecanduan ini.
Edukasi dan kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencegah semakin banyak orang terjerat narkoba dan membangun lingkungan yang lebih aman dari penyalahgunaan narkotika.